Jakarta, Sekretaris
Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn pada Rabu, 19 Juli, mengatakan organisasi regional
tersebut terus mendesak lima negara nuklir untuk menyetujui Perjanjian Zona
Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ).
"Menurut saya,
mereka telah mendengar dan sepenuhnya sadar bahwa ASEAN menginginkan semua lima
negara nuklir untuk menandatangani perjanjian ini," kata Kao.
Lima negara tersebut
adalah Rusia, China, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.
Empat dari lima
negara nuklir yang juga mitra ASEAN, yaitu Rusia, China, AS, dan Inggris, telah
memahami secara mendalam keputusan para pemimpin ASEAN untuk menjadikan kawasan
Asia Tenggara bebas dari senjata nuklir dan senjata pemusnah massal.
China bahkan telah
"maju" dengan menyatakan kesiapannya untuk bergabung dengan
Perjanjian SEANWFZ.
"Saya pikir
sudah ada konsensus di antara negara-negara anggota ASEAN. Ada komitmen politik
yang jelas untuk bergerak maju pada isu khusus ini dan kerja sama dengan lima
negara nuklir untuk menyelesaikan masalah ini," kata Kao, mengacu pada
Prancis, negara nuklir lainnya.
Dia percaya bahwa di
bawah kepemimpinan Indonesia, ASEAN memiliki banyak peluang untuk berkomunikasi
dan berdiskusi dengan lima negara nuklir sehingga mereka akan bergabung dengan
protokol SEANWFZ.
"Kami juga
mendesak Timor-Leste untuk menandatangani Perjanjian SEANWFZ karena terletak di
Asia Tenggara dan sekarang memiliki status negara pengamat (di ASEAN),"
kata Kao.
Perjanjian Zona
Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara, juga dikenal sebagai Perjanjian Bangkok
tahun 1995, ditandatangani oleh semua anggota ASEAN.
Perjanjian tersebut
menetapkan bahwa para penandatangan perjanjian tidak boleh "mengembangkan,
memproduksi, atau memperoleh, memiliki, atau mengendalikan senjata
nuklir", "menempatkan atau mengangkut senjata nuklir dalam bentuk apa
pun", atau "menguji atau menggunakan senjata nuklir".
Namun, 28 tahun
setelah penandatanganan Perjanjian SEANWFZ oleh 10 anggota ASEAN, tidak satu
pun negara nuklir telah mengadopsi perjanjian tersebut.
Sebelumnya, Menteri
Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mendorong ASEAN untuk menjadi kawasan bebas
senjata nuklir dan mempromosikan hak asasi manusia dalam pidatonya pada
Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-56 (AMM) yang memimpin pertemuan Komisi
Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) di Jakarta, Selasa, 11 Juli.
"Tidak ada
senjata yang lebih kuat dan merusak daripada senjata nuklir. Dan dengan senjata
nuklir, kita hanya satu miskalkulasi jauh dari kiamat dan bencana global,"
kata Retno.
Menurut Menteri
Retno, SEANWFZ telah memberikan kontribusi terhadap upaya menjaga perdamaian
dan stabilitas di kawasan melalui rezim pelucutan senjata dan non-proliferasi
global.
Namun, dia
menyayangkan bahwa bertahun-tahun setelah penandatanganan Perjanjian SEANWFZ,
tidak satu pun negara nuklir telah menandatanganinya.
(IP)