Dalam pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri RI Sugiono sebagai Utusan Khusus Presiden RI, menyampaikan pesan Presiden terkait anti-penjajahan dan anti-penindasan. Menlu Sugiono menekankan komitmen Indonesia terhadap perdamaian global dan menyuarakan keprihatinan atas krisis yang sedang berlangsung di Palestina dan Lebanon, seraya menyerukan gencatan senjata serta penegakan hukum internasional.
Menlu Sugiono juga mengusulkan beberapa langkah konkret untuk memperkuat kerja sama antara BRICS dan negara-negara berkembang, atau Global South. Pertama, ia menggarisbawahi pentingnya hak pembangunan berkelanjutan bagi negara berkembang, serta menekankan agar negara maju memenuhi komitmen mereka.
Usulan kedua dari Menlu Indonesia adalah reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif, representatif, dan relevan dengan kondisi saat ini. Menurutnya, institusi-institusi internasional harus diperkuat dan didukung sumber daya yang memadai untuk melaksanakan mandat mereka.
Menlu Sugiono juga mengajak BRICS untuk berperan sebagai kekuatan yang memperkuat persatuan dan solidaritas di antara negara-negara berkembang. Indonesia menilai bahwa BRICS dapat menjadi perekat untuk mempererat kerja sama dan memperjuangkan kepentingan bersama di antara negara-negara Global South.
"Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif," ujar Sugiono. Ia menekankan bahwa keikutsertaan Indonesia tidak berarti mengikuti kubu tertentu, melainkan bertujuan untuk berpartisipasi aktif di semua forum guna membangun jembatan antar-negara maju dan berkembang.
Dalam rangka memperluas kolaborasi, bulan depan Presiden Indonesia dijadwalkan menghadiri KTT G20 di Brasil, sementara Menlu Sugiono akan menghadiri sesi G7 yang diperluas di Italia. Langkah ini menegaskan peran Indonesia sebagai "bridge builder," atau penghubung antara negara-negara maju dan berkembang, demi memperkuat diplomasi dan solidaritas global.